Beratnya Lewati Capaian Doktor, sebab Dua yang Harus Wafat

18.52

 Hamka Mahmud*

Sejak penulis menerima penetapan jadwal ujian terbuka/promosi. Mata rasanya sulit terpejam saat malam. Memikirkan persidangan di depan delapan hakim konstitusi perguruan tinggi. Mereka diberi wewenang untuk menetapkan seseorang layak atau tidak menyandang gelar doktor. Sebagaimana mahkamah konstitusi diberi hak untuk menetapkan sah atau tidaknya satu regulasi berlaku.

Ucapan Selamat dari teman seangkatan Penulis di S3 UIN Alauddin Makassar

Perjalanan penulis memasuki arena dan palagan sidang promosi. Yang akan dilaksanakan pada Selasa, 5 Desember 2023 di lantai 4 gedung rektorat UIN Alauddin Makassar di Samata Gowa. Raihan hingga tiba di ujian promosi penuh dengan pengorbanan. Teringat ungkapan sosok dosen pada mata kuliah Etika Media Dr. Muhammad Anshar, M.Si, "Tak afdal rasanya mahasiswa S3 kalau tidak sakit karena beban tugas kuliah yang berat. Ada yang sampai diopname dan bahkan ia mati", ucap dosen penulis. Mantan komisioner komisi penyiaran Indonesia (KPI). Ia sosok dosen inspiratif. Sebab mengajar dengan alat bantu media YouTubenya. 

Ungkapan menakutkan tersebut. Seolah ada benarnya. Sebab salah satu teman kelas mengalami sakit tipes hingga ia harus diopname di rumah sakit. Juga penulis ditimpa musibah di masa menempuh kuliah S3. Bukan badan yang sakit, akan tatapi bagian dari belahan jiwa dan permata hati. Bahkan ada dua yang harus wafat atau mati dan mustahil dihidupkan kembali.

Pertama, putri kedua penulis yang bernama Atifa Muhimmah. Ia telah pergi untuk selama-lamanya. Wafat saat penulis hampir menyelesaikan penulisan disertasi. Anak yang dari kecil mendidik jiwa jadi penyabar.

Suasana pemakaman putri penulis ketika dimasukan di liang lahad

Anak yang sejak lahir lumpuh layu. Tidak bisa berdiri hingga ajalnya tiba. Semasa hidup dokter pasang selang yang permanen di batok kepalanya. Mengular hingga ke purutnya. Anak yang mendidik penulis jadi sosok yang sabar dan dapat pengedalikan diri disaat  menghadapi anak-anak kecil yang kadang membuat gemas. Seperti saat ini penulis menjadi guru TPA di masjid Da'i Kamtibmas. 

Keberadaan putri kecil  itu di tengah kehidupan. Menjadi sarana tarbiyah lansung untuk dapat terlibat dalam pendidikan anak usia dini (TPA). Ini hasil renungan penulis. Jikalau tak ada putri mungil itu, mungkin tidak ada anak yang betah diajar mengaji oleh penulis. Putri lumpuh itulah yang menjadikan ada rongga di hati penulis sehingga cinta dan sayang dengan anak-anak. Terutama jadi guru mengaji mereka.

Atifah Muhimmah putri mungil penulis yang telah pergi

Ia meninggalkan rumah pada saat banjir tergenang di dalam rumah. Beberapa hari kemudian dipengungsiaan di rumah neneknya. Tubuh yang mungil dan lemas lunglai itu, pergi dan tidak akan menyaksikan abinya dapat amanah akademik. Gelar doktor di bidang dakwah dan komunikasi. Dan yang lebih spesifik dakwah siber yang berkaitan tugas Polri.

Ia wafat kerena penyakit langka yang telah menyatu di tubuhnya yakni Hidrosefalus, Spinabifida dan infark selebri (struk), plus sakit ginjal dari akibat obat cair yang telah dilarang beredar oleh Menteri Kesehatan RI. Di usai 12 tahun Atifah pergi. Tepat tanggal 31 Desember 2022.

Musibah mati yang kedua yakni laptop bersejarah yang menemani kuliah S1, dan S2 mati total. Bagi penulis laptop tersebut sangat berkesan. Dibeli ketika berniaga keliling jual buku. Yakni saat di Kota Bangku Morowali Utara. Seorang pengurus masjid kantor Bupati Marowali bernama Ayub butuh uang. Ia lalu menjual laptop merek Azus seharga 1,5 juta pada penulis. 

Selama 10 tahun lebih laptop yang bersejarah itu menemani penulis membuat materi dakwah, menulis buku yang terbit nasional dan alat bantu saat kuliah. Kuburan laptop penulis di tempat servis komputer. Sementara makam putri penulis di pekuburan syuhada Pesantren Darul Istiqomah Maccopa. Mungkin berbeda-beda ujian yang dialami seorang mahasiswa saat kuliah, akan tetapi kalau penulis  ujian yang paling berkesan dan menyedihkan adalah saat musibah perginya permata hati (qurrata 'ayyun) saat sedang menempuh kuliah.

الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّـا إِلَيْهِ رَاجِعونَ -١٥٦- 

(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn”  (sesungguh-nya kami milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali). 

SEMOGA SAJA BESARNYA UJIAN KULIAH  BERBANDING LURUS DENGAN BESARNYA PAHALA DARI ALLAH SUBHANA WATA'ALA

*BY: Hamka Mahmud Seri 797. Kajian Dai Kamtibmas/Penyuluh Agama Islam Non PNS/DANI-Dai Anti Narkotika/DASI (Da'i Siber Indonesia)  HP: 081285693559


Previous
Next Post »
0 Komentar